Merebaknya konflik perebutan air bisa diminimalisir dengan pengakuan air sebagai sumber daya untuk kemakmuran bersama. Alternatif paling efektif terhadap monopoli air adalah demokratisasi air
Vandhana Shiva-Feminis & Aktivis Lingkungan India
Baca juga: Hentikan Perampasan Ruang Hidup dan Kriminalisasi Petani di TWA Gunung Batur
Air untuk kebutuhan rumah tangga langka, namun air untuk industri pariwisata berlimpah
Mandat perlindungan danau, mata air, sungai, dan laut yang tertuang dalam Pergub Bali nomor 24 tahun 2020 berbunyi “bahwa air bagi Masyarakat Bali berfungsi sebagai sumber kehidupan dan sebagai sarana upacara keagamaan sesuai dengan visi pembangunan daerah “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”. Namun apa jadinya jika air sebagai sumber kehidupan masyarakat Bali hanya dapat diakses dan dinikmati oleh segelintir orang berduit saja?
Badung kaya raya, tapi sebagian warganya kesulitan air bersih, merupakan warta media Detik yang memotret wajah buruk pembangunan infrastruktur dan pengelolaan sumber air di wilayah elit Bali. Buruknya layanan air produksi Perumda Tirta Mangutama, perusahaan plat merah pemerintah, berimbas pada akses air yang mahal untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga di wilayah Kuta Selatan. Masyarakat perlu menggocek uang sekitar Rp 300.000 per minggu untuk keperluan air bersih.
Air bersih di Bali Selatan langka. Kelangkaan ini tidak lepas dari kondisi geografis wilayah tersebut. Lapisan tanah Kuta Selatan didominasi oleh lapisan kapur lepas sampai kapur keras, tetapi juga terdapat lapisan pasir dan lempung di dekat permukaan tanah. Selain itu, Kuta Selatan berada di area perbukitan yang tinggi, sedangkan air lautnya jauh di bawah lebih 100 m. Kondisi tersebut mempengaruhi sulitnya air di Kuta Selatan.