Ilustrasi Buruh.
05/05/2025

Eksploitasi di Balik Pesona: Potret Praktik Perburuhan yang Tidak Sehat di Tanah Dewata

Apa Saja Permasalahan Perburuhan yang Terjadi Saat Ini?

PHK Sepihak Ugal-ugalan dan Efisiensi Pemerintah

Maraknya PHK sepihak di Bali, khususnya di sektor pariwisata, kerap terjadi tanpa melalui prosedur hukum yang semestinya dan tanpa memberikan perlindungan yang layak kepada buruh.

Di tingkat nasional, kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat secara tidak langsung turut melanggengkan praktik eksploitasi buruh, karena pemangkasan anggaran yang berujung pada PHK massal, terutama terhadap tenaga honorer dan kontrak, tanpa disertai solusi jangka panjang yang mendukung keberlanjutan lapangan kerja.

Pemangkasan Hak-Hak Buruh dan Lemahnya Pengawasan

Eksploitasi buruh oleh perusahaan di Bali masih sering terjadi, mencakup tidak diberikannya jaminan sosial, pemenuhan K3, upah lembur, cuti bagi pekerja perempuan yang hamil, serta adanya praktik diskriminasi dan pemberian upah yang tidak sesuai dengan UMK dan UMS.

Masalah ini diperburuk oleh lemahnya pengawasan pemerintah, karena jumlah Satwasker di Bali hanya berjumlah 17 orang untuk mengawasi ribuan perusahaan. Keterbatasan jumlah pengawas berdampak pada rendahnya penindakan terhadap pelanggaran dalam penegakan hukum ketenagakerjaan.

Status Kerja Kontrak dan Daily Worker Abadi, serta Permasalahan Keberlanjutan Kerja Pekerja Outsourcing

Pelanggaran terhadap status kerja kontrak dan harian lepas (DW) di Bali masih marak terjadi sebagai bentuk eksploitasi buruh, di mana banyak di antara mereka dipekerjakan tanpa perjanjian kerja tertulis yang jelas.

Buruh outsourcing juga menghadapi ketidakpastian, seperti yang dialami oleh buruh PLTU Celukan Bawang dan PT Angkasa Pura Support, yang justru mengalami PHK serta penurunan status kerja dari PKWTT menjadi PKWT, yang bertentangan dengan prinsip kepastian kerja dan perlindungan hukum.

Baca Juga: Bali New Normal, Buruhnya Gagal Normal