Ilustrasi Buruh.
05/05/2025

Eksploitasi di Balik Pesona: Potret Praktik Perburuhan yang Tidak Sehat di Tanah Dewata

LOKASIJUMLAH TEMUANKORBANPELAKUBENTUK PELANGGARAN
PemerintahPerusahaan
Badung420 Buruh coffeeshop

4 buruh migran

100 Buruh PT. APS

100 Pekerja Perikanan
14Upah < UMK, dan tidak dibayarkannya Upah

Perdagangan Orang/ Eksploitasi Kerja

Hak atas kepastian dan status kerja

Upah tidak layak, jam kerja berlebihan, dan kesehatan yang terancam akibat beban kerja yang tinggi serta kurangnya transparansi dalam sistem pengupahan
Gianyar1135 Daily Workers11Pelanggaran terhadap upah yang layak dan hidup layak
Karangasem21037 Buruh Kontrak di Instansi Pemerintah

2 buruh hotel
21Pelanggaran Terhadap kepastian status kerja, dan hidup layak

Pelanggaran terhadap hak atas upah layak, jaminan sosial, dan hidup layak
Denpasar18 Buruh Perumda Kerthi Bali1Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Sepihak, serta hak atas hidup layak
Buleleng2254 Buruh PLTU Celukan Bawang

5 buruh migran
12Praktik perburuhan tidak sehat

TPPO
Jumlah101665 Orang68

Temuan terkait Eksploitasi Buruh dan Rekomendasi Kebijakan

Berdasarkan Catatan Tahunan YLBHI–LBH Bali 2023–2024, terdapat 1.665 korban kasus eksploitasi buruh di Bali, terutama terkait hak sebelum dan sesudah PHK, hak atas keberlanjutan kerja akibat peralihan perusahaan atau PHK yang tidak sah, serta pelanggaran hak untuk berserikat yang diduga merupakan praktik union busting. Data ini menunjukkan bahwa praktik perburuhan yang tidak sehat benar-benar terjadi.

Salah satu akar dari berbagai permasalahan tersebut adalah kondisi peraturan ketenagakerjaan di Indonesia yang cenderung memperburuk situasi para pekerja, khususnya sejak diberlakukannya UU CK yang merevisi banyak substansi penting dalam UU Ketenagakerjaan, sehingga melemahkan perlindungan terhadap buruh.

Harapan perubahan muncul melalui Putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang memerintahkan pembentuk undang-undang untuk segera menyusun undang-undang ketenagakerjaan yang baru dengan mengakomodasi pertimbangan dari putusan-putusan MK sebelumnya.

Di samping itu, pembentuk undang-undang juga perlu segera mengesahkan RUU PPRT sebagai wujud tanggung jawab negara dalam menjamin perlindungan, pengakuan, dan penghormatan terhadap hak-hak pekerja rumah tangga.

Untuk mengatasi tumpang tindih regulasi di sektor pekerja perikanan, negara juga perlu segera meratifikasi Konvensi ILO Nomor 188 Tahun 2007.