13/03/2025

Gelagat Saling Jaga Sesama Aparat: Polisi Polres Klungkung Pelaku Penyiksaan Hanya Disangkakan Penganiayaan Ringan dan Diberi Pembinaan 1 Bulan

Denpasar, 13 Maret 2025 – “Sudah jatuh, tertimpa tangga” ungkapan yang tepat untuk menggambarkan kondisi yang dialami oleh IWS, korban penyiksaan oleh 10 (sepuluh) personel Polres Klungkung. Ia menjadi korban atas tindakan serangkaian tindakan penyiksaan, penyekapan serta perampasan kendaraan oleh tim gabungan Polres Klungkung secara melawan hukum pada 26 – 28 Mei 2024. Akibat penyiksaan korban mengalami luka permanen di telinganya. Ia sempat diintimidasi untuk berdamai dan dicari-cari kesalahannya. Kendaraan korban yang dirampas sejak saat itu pun tidak juga dikembalikan Polres Klungkung, sehingga korban kesulitan menafkahi keluarganya. Kini sembilan bulan pasca peristiwa itu proses hukum yang berjalan belum memberikan keadilan kepada korban.

Dalam proses penegakan hukum dan etika oleh Polda Bali terhadap para pelaku Tim Advokasi Anti Penyiksaan menemukan sejumlah temuan yang menunjukkan gelagat saling jaga sesama anggota kepolisian. Catatan Tim Advokasi Anti Penyiksaan diantaranya:

Pertama: polisi pelaku penyiksaan hanya dianggap melakukan pelanggaran kategori ringan dalam pemeriksaan Propam Polda Bali dan diberi sanksi pembinaan 1 bulan.

Dalam Pemberitahuan Perkembangan Hasil Pemeriksaan Propam, bahwa 2 (dua) orang polisi yang terlibat atas nama: Ipda Yosep C. Pasaribu (sebelumnya Kanit 1 Satreskrim Polres Klungkung) dan Aipda I Komang Artawan (Banit 22 Unit Lidik Satreskrim Polres Klungkung), dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran kode etik Polri. Namun sanksi bagi keduanya hanya meminta maaf di hadapan sidang kode etik, Kapolda Bali dan pihak yang dirugikan, serta mengikuti pembinaan rohani, mental, dan pengetahuan profesi selama 1 (satu) bulan. Dalam Pasal 108 Ayat (2) Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri, sanksi etika sebagaimana dimaksud adalah sanksi kategori ringan.

Putusan tersebut lagi-lagi menunjukkan bahwa tindakan kekerasan dan pelanggaran hukum dinormalisasi atau dianggap hal biasa di institusi kepolisian. Padahal terdapat Kerugian materil dan immateril yang dialami korban dan keluarganya. Di tambah perbuatan para pelaku pun menjadi perhatian publik serta menambah catatan buruk pada institusi Polri.

Berikutnya, pemeriksaan Propam Polda Bali atas laporan korban juga tidak akuntabel dan transparan. Hal ini dikarenakan dari 10 (sepuluh) personel Polres Klungkung yang terlibat, hanya 2 (dua) orang yang diproses. Sehingga 8 (delapan) orang lainnya tidak memperoleh sanksi atas keterlibatannya dalam penyiksaan, penyekapan serta perampasan kendaraan oleh tim gabungan Polres Klungkung secara melawan hukum pada 26 – 28 Mei 2024.Informasi yang diterima korban terkait pemeriksaan Propam juga terbatas, bahkan korban sebagai saksi tidak dihadirkan dalam sidang komisi kode etik.

Kedua: penyidik Direskrimum Polda Bali hanya menggunakan pasal penganiayaan ringan / 352 KUHP, padahal terdapat serangkaian tindak pidana yang dilakukan 10 personel Polres Klungkung yang melanggar sejumlah pasal lain.

Sejak laporan polisi dibuat pada tanggal 29 Mei 2024, penyidik Polda Bali hingga kini terus memaksakan penerapan pasal 352 KUHP atau penganiayaan ringan terhadap Ipda Yosep C. Pasaribu dan Aipda I Komang Artawan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 bulan atau denda paling banyak 4,5 Juta.

Sementara dalam proses interogasi pada 26 – 28 Mei 2024, korban dibawa dari rumahnya, kendaraannya dirampas, serta mengalami sejumlah tindakan kekerasan. Para pelaku memberikan pukulan secara berulang ditujukan ke wajah, bagian kepala, badan, dan kedua telinga korban, dengan menggunakan tangan kosong, botol berukuran besar, dan botol bir. Saat itu tangan korban terus diborgol, mata korban ditutup dengan plester putih berlapis-lapis, serta korban juga sempat diancam akan ditembak. Penyiksaan dalam interogasi yang tidak dilakukan di kantor polisi tersebut mengakibatkan luka fisik, psikis, termasuk rusaknya salah satu gendang telinga korban hingga permanen.

Korban bersama Tim Advokasi berulang kali mengirimkan surat kepada Polda Bali untuk mengganti pasal 352 KUHP, setidaknya menjadi Pasal 351 KUHP (Penganiayaan berat), Pasal 422 KUHP (Penganiayaan yang dilakukan oleh pejabat), Pasal 328 dan/atau Pasal 333 KUHP (Perampasan Kemerdekaan dan/atau penculikan), dan Pasal 365 atau 372 KUHP (Pencurian dengan kekerasan atau penggelapan). Namun permintaan berulang kali tersebut tidak direspon oleh Polda Bali yang terus melakukan penyidikan menggunakan pasal penganiayaan ringan.

UNDUH GRATIS CATAHU 2023-2024 DI SINI

Ketiga: kendaraan korban yang dirampas bukan barang bukti yang disita secara sah dan demi hukum harus dikembalikan tanpa syarat, tetapi Polres Klungkung menolak.

Polres Klungkung hingga kini tidak mengembalikan 6 kendaraan bermotor dan barang lainnya yang dirampas dari korban. Bahkan ditemukan kerusakan dan perubahan fisik dari kendaraan korban seperti ban bocor, cat mengelupas, ban mobil diganti, bahkan salah satu mobil tidak ada di Polres Klungkung.

Dalam ketentuan Pasal 33 ayat (5) KUHAP serta Pasal 38 ayat( 2) KUHAP telah diatur syarat tindakan penggeledahan serta penyitaan yang akan dilakukan pihak kepolisian. Perampasan kendaraan pada 27 Mei 2024 oleh 10 (sepuluh) anggota Polres Klungkung tidak melampirkan berita acara penggeledahan dan penyitaan, persetujuan pengadilan atau surat apapun yang diberikan kepada pemohon. Selanjutnya berdasarkan jawaban atas permintaan klarifikasi dari Pengadilan Negeri Semarapura dan Pengadilan Negeri Denpasar, tidak pernah dikeluarkan izin pengadilan untuk penggeledahan dan penyitaan barang bukti atas tindakan Polres Klungkung pada 27 Mei 2024.

Polres Klungkung dalam jawaban tertulisnya menyampaikan kendaraan yang dirampas dari korban termasuk barang bukti tindak pidana. Namun hingga kini korban tidak pernah menerima undangan maupun surat-surat terkait pemeriksaan. Tim Advokasi Anti Penyiksaan menilai tindakan Polres Klungkung yang menahan kendaraan korban adalah upaya untuk menekan korban atas laporan korban yang diproses di Polda Bali.

Proses penegakan hukum dan etika oleh Polda Bali serta upaya Polres Klungkung untuk menekan korban adalah wujud langgengnya impunitas yang telah mengakar di tubuh institusi Polri. Pembangkangan kepolisian pada hukum dan prinsip HAM merusak supremasi hukum, menghambat reformasi institusi, dan ancaman bagi penegakan hukum yang berkeadilan.

Berangkat dari kondisi di atas, Tim Advokasi Anti Penyiksaan menuntut kepada:

  1. Presiden Republik Indonesia untuk serius melakukan reformasi kepolisian pada aspek instrumental, struktural, dan kultural untuk mencabut rantai impunitas yang telah mengakar kuat di Institusi Kepolisian;
  2. Komnas HAM, Ombudsman, dan Kompolnas Republik Indonesia agar dapat menerbitkan rekomendasi yang menyatakan bahwa Polres Klungkung telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia, dan tindakan maladministrasi atas tindakan penyiksaan, dan serangkaian pelanggaran hukum acara pidana yang dilakukan kepada korban, serta memberikan rekomendasi sanksi kepada pelaku maupun evaluasi pada Polres Klungkung secara kelembagaan;
  3. Kapolda Bali melalui Kabag Wassidik Polda Bali untuk melakukan gelar perkara khusus terhadap laporan korban, dengan mengganti pasal tindak pidana penganiayaan ringan yang saat ini dipaksakan oleh penyidik, serta mengakomodir Pasal 351 KUHP (Penganiayaan berat), Pasal 422 KUHP (Penganiayaan yang dilakukan oleh pejabat), Pasal 328 dan/atau Pasal 333 KUHP (Perampasan Kemerdekaan dan/atau penculikan), dan Pasal 365 atau 372 KUHP (Pencurian dengan kekerasan atau penggelapan) untuk mendekatkan akses keadilan kepada korban dan memutus rantai impunitas;
  4. Kepala Kejaksaan Tinggi Bali berdasarkan kewenangannya memerintahkan Penyidik Polda Bali untuk mengganti pasal tindak pidana penganiayaan ringan yang saat ini dipaksakan oleh penyidik, dan mengakomodir Pasal 351 KUHP (Penganiayaan berat), Pasal 422 KUHP (Penganiayaan yang dilakukan oleh pejabat), Pasal 328 dan/atau Pasal 333 KUHP (Perampasan Kemerdekaan dan/atau penculikan), dan Pasal 365 atau 372 KUHP (Pencurian dengan kekerasan atau penggelapan) untuk mendekatkan akses keadilan kepada korban dan memutus rantai impunitas;
  5. Kapolda Bali dan Kapolres Klungkung untuk segera dan demi hukum mengembalikan 6 kendaraan bermotor dan barang lainnya yang dirampas dari korban.

Narahubung Tim Advokasi Anti Penyiksaan:

Rezky Pratiwi (LBH Bali)
Muhammad Yahya Ihyaroza (KontraS)
Afif Abdul Qoyim (YLBHI)