28/03/2020

Gubernur Bali Harus Mengambil Langkah Cepat Lindungi Masyarakat Bali

Baca Catatan Tahunan 2024: Gema di Ruang Hampa

Penyebaran pandemi COVID-19 di Indonesia merupakan hal yang tidak bisa diremehkan karena dalam waktu 26 (dua puluh enam) hari sejak 2 Maret 2020 hingga saat ini telah ada 1155 orang yang terjangkit dan 102 diantaranya telah memakan nyawa, serta status penyebaran pandemi telah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia sebagai Bencana Nasional sejak 15 Maret 2020. Informasi Mengenai Penyebaran Pandemi COVID-19 yang belum sampai ke seluruh elemen masyarakat, Alat Pelindung Diri yang terbatas dan pemberitaan pasien dalam Pengawasan yang terlalu vulgar menyebabkan adanya Stigma Negatif yang terjadi terhadap tenaga Medis juga massif terjadi hingga larangan Tenaga Medis untuk pulang ke Desanya. Hal ini menimbulkan masalah baru baik di dalam masyarakat maupun bagi tenaga medis ketika belum ada fasilitas, anggaran dan kebijakan khusus di Bali terhadap Penanganan Pandemi COVID-19. Desa menunggu instruksi Pemerintah Daerah terkait penggunaan dana desa untuk dialokasikan ke penanganan COVID-19. Hal ini harus segera direspon positif oleh Pemerintah Daerah, mengingat ini beririsan dengan Kesehatan Publik yang dijamin oleh konstitusi.

Berkaca pada penanganan di Jakarta, seharusnya pemerintah di Bali telah mengambil kebijakan Kekarantinaan Kesehatan dengan merujuk pada Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 dengan mengambil langkah pencegahan dan penangkalan seperti pembatasan hingga penutupan jalur transportasi keluar masuk Bali, karantina wilayah, isolasi, menyediakan rumah sakit khusus bagi penanganan pandemi COVID-19 serta tempat tinggal khusus sementara bagi Tenaga Medis yang menangani COVID-19 sehingga, tenaga medis yang lain bisa lebih efektif menangani penyakit-penyakit di luar COVID-19 di rumah sakit yang tersebar di Bali serta tidak memunculkan stigma negatif bagi seluruh tenaga medis. Saat ini Tenaga Medis menjadi garda terdepan dalam memerangi COVID-19 sehingga sudah seharusnya pemerintah menyediakan anggaran baik dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Daerah hingga Dana Desa sebagai status kebencanaan dalam penanganan pandemi COVID-19 untuk melakukan Test Kesehatan Rapid Test/PCR bagi Orang dalam Pemantauan (ODP) atau Pasien dalam Pengawasan (PDP), Penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai termasuk melakukan pola-pola edukasi yang efisien, efektif dan masif terkait pandemi COVID-19 yang bisa diakses hingga seluruh elemen masyarakat terkecil dengan melibatkan masyarakat luas, masyarakat adat hingga organisasi masyarakat terkecil untuk melakukan pemutusan mata rantai penyebaran. Hal ini merupakan amanat pasal 28 A dan 28H ayat Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Baca Juga: Bali dalam Pusaran Konflik atas Air 

Implikasi dari merebaknya pandemi Covid-19 pada bidang ketenagakerjaan sangat dirasakan buruh yang upahnya hanya dihitung perjam, bekerja hanya 15 (lima belas) hari dalam sebulan, pemberian cuti tidak berbayar hingga pemutusan hubungan kerja akibat pandemi ini baik akibat pengunjung berkurang hingga pengiriman barang yang tersendat. Tindakan sepihak yang dilakukan oleh perusahaan kepada buruh akan menimbulkan permasalahan hukum baru, dimana buruh menjadi pihak yang sangat dirugikan. Buruh menjadi takut upahnya akan dipotong, bahkan akan menerima surat pemberhentian ditambah kebutuhan ekonomi buruh tidak bisa ditunda bahkan memaksa. Hal ini juga harus direspon segera oleh Pemerintah Bali sebagai hal yang serius karena akan menimulkan permasalahan ekonomi sehingga perlu ada kebijakan daerah mengenai larangan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja dan memastikan hak-hak normatif buruh terpenuhi secagai cerminan Pasal 28  huruf D ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta Kebijakan Ketahanan Pangan di Bali untuk memastikan alokasi pangan tetap terdistribusi ke masyarakat yang membutuhkan di situasi pandemi COVID-19.

Maka dengan ini kami YLBHI LBH Bali menyatakan sikap sebagai berikut :

  1. Mendesak Gubernur Bali membuat Kebijakan Kekarantinaan dan Ketahanan Pangan di Situasi Pandemi COVID-19;
  2. Mendesak Gubernur Bali membuat kebijakan untuk mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Daerah hingga Dana Desa sebagai status kebencanaan dalam penanganan Pandemi COVID-19 di Bali;
  3. Mendesak Gubernur Bali mengalokasikan Anggaran untuk melakukan Test Massal COVID-19, Penyediaan alat Pelindung Diri Bagi Tenaga Medis, dan penyediaan tempat tinggal sementara bagi Tenaga Medis;
  4. Mendesak Gubernur Bali mengeluarkan kebijakan untuk tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja dan memastikan hak-hak Normatif Pekerja Terpenuhi di Situasi Pademi COVID-19;
  5. Mendesak Keterbukaan Informasi mengenai Penyebaran Pandemi COVID-19 di Bali (Wilayah sebaran, jumlah terinveksi (ODP/PDP);
  6. Mendorong Pemerintah dan Masyarakat melakukan edukasi secara masif mengenai Upaya Pencegahan Penyebaran hingga Penanganan Pandemi COVID-19 di Bali.

 

Denpasar, 28 Maret 2020

Ni Kadek Vany Primaliraning

Direktur YLBHI LBH Bali