01/06/2023

UU ITE Jadi Alat untuk Bungkam Korban Kekerasan Seksual, Aparat Penegak Hukum Harus Fokus Lindungi Korban

Pengunggah kasus pelecehan mahasiswi STIKES Buleleng dilapor polisi dengan tuduhan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana Pasal 27 Ayat (3) UU ITE.

AU dilaporkan atas unggahannya di media sosial tentang pelecehan seksual yang dilakukan oleh dosen korban, PAA pada Jumat, 5 Mei 2023. Saat ini PAA telah berstatus tersangka atas pelecehan seksual sebagaimana Pasal 6 Huruf a dan b Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS)

Di dalam unggahan yang dilaporkan PAA tersebut, AU menuliskan kronologi kejadian tanpa menyebut identitas korban dan pelaku. Ia meminta pengikutnya untuk membantu agar korban mendapatkan keadilan karena khawatir jika korban menerima intimidasi dari pelaku yang saat itu masih berstatus dosen. AU juga melampirkan rekaman CCTV sebagai bukti dimana wajah korban dan pelaku tidak nampak jelas, namun perbuatan pelaku terekam berusaha memeluk dan menarik korban ke dalam kamar

Kepolisian Harus Merujuk pada SKB UU ITE

Jika merujuk Keputusan Bersama (SKB) Tahun 2021 antara Kominfo, Kejaksaan Agung dan POLRI tentang Pedoman Penerapan Pasal Tertentu dalam UU ITE, laporan PAA semestinya tidak dapat dilanjutkan. Dalam pedoman tersebut ditekankan bahwa fokus pemidanaan pasal 27 ayat (3) UU ITE bukan dititikberatkan pada perasaan korban, melainkan pada perbuatan yang dilakukan sengaja dengan maksud mendistribusikan informasi yang menyerang kehormatan seseorang

Artinya, hanya karena PAA merasa dirinya diserang nama baiknya atau dihina pada unggahan AU, tidak serta merta unggahan memenuhi unsur sebagai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik terhadapnya. SKB menentukan pelapor harus perseorangan dengan identitas spesifik, sehingga identitas spesifik tersebut tentu harus ada di dalam unggahan yang dianggap menghina atau mencemarkan nama. Selain itu, dalam SKB tersebut juga ditekankan bahwa bukan delik yang berkaitan dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE, Jika muatan atau konten yang ditransmisikan, didistribusikan, dan/atau diaksesnya adalah berupa kenyataan

SKB UU ITE sebelumnya dilatarbelakangi oleh penerapan UU ITE yang menimbulkan multitafsir dan mudah menjerat masyarakat yang melakukan kritik. Menurut laporan SAFEnet sepanjang 2013 sampai 2021, tercatat 393 orang dikriminalisasi dengan pasal-pasal UU ITE

UU ITE Sering Jadi Alat untuk Bungkam Korban

Kasus ini menambah daftar panjang kriminalisasi dengan UU ITE dalam kasus kekerasan terhadap perempuan. Sebelumnya ada kasus BN, guru honorer yang dipenjara karena dituduh menyebarkan rekaman pelecehan seksual terhadapnya yang dilakukan oleh seorang kepala sekolah

Kasus lainnya terjadi pada WY, korban KDRT berulang oleh suaminya. WY yang akhirnya melaporkan KDRT yang dilakukan suaminya ke polisi, malah dilaporkan balik dan harus menjalani proses hukum. Ia dijerat dengan UU ITE atas percakapan pribadinya dengan temannya di Facebook. Padahal suaminya mengakses percakapan tersebut secara ilegal

SKB UU ITE pada kenyataannya tidak cukup untuk menghentikan upaya kriminalisasi terhadap para korban. Sejumlah pasal dalam UU ITE masih bermasalah dan mudah menjerat siapa saja. Untuk itu revisi UU ITE dengan pelibatan publik dalam pembahasannya harus jadi prioritas DPR

Fokus pada Korban

Laporan terhadap AU sebagai pendamping korban adalah upaya menghadang akses keadilan korban. Sebab itu fokus utama aparat penegak hukum dan pihak terkait harus tetap pada pemenuhan hak-hak korban. UU TPKS menentukan hak-hak korban kekerasan seksual meliputi hak atas penanganan, pelindungan, serta pemulihan sebelum, selama, dan setelah proses peradilan

Hak terkait Penanganan diantaranya hak atas informasi terhadap seluruh proses dan mendapatkan dokumen hasil penanganan, hak atas layanan hukum, hak atas penguatan psikologis, hak atas pelayanan kesehatan, hak atas layanan dan fasilitas sesuai dengan kebutuhan khusus korban

Hak terkait Pelindungan diantaranya pelindungan dari ancaman atau kekerasan pelaku dan pihak lain serta berulangnya kekerasan, kerahasiaan identitas, pelindungan dari sikap dan perilaku aparat penegak hukum yang merendahkan korban, pelindungan dari kehilangan pekerjaan, mutasi pekerjaan, pendidikan, atau akses politik; dan pelindungan korban dan/atau pelapor dari tuntutan pidana atau gugatan perdata atas TPKS yang telah dilaporkan

Sedang Hak Korban atas Pemulihan diantaranya hak atas rehabilitasi medis, rehabilitasi mental dan sosial, pemberdayaan sosial, restitusi dan/atau kompensasi; dan reintegrasi sosial

Narahubung:

Rezky Pratiwi/LBH Bali